Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
      Masalah sosial adalah fenomena yang selalu muncul dalam kehidupan masyarakat. Kemiskinan adalah fenomena yang sangat urgen bagi Negara Indonesia. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga macam konsep kemiskinan: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan subyektif. (Sunyoto Usman: 2006). Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Asumsinya adalah kemiskinan suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu lainnya.
      Dalam konteks lain Kemiskinan kolektif juga terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau rendah. (Ragnar Nurkse,1953). Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di negara kita Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.

1.2   Tujuan
        Tujuan paper ilmiah adalah :
1.         Sebagai salah satu penambah wawasan yang sangat bermanfaat dalam kehidupan.
2.         Mengetahui dan memahami lebih mendalam tentang kosep kemiskinan dalam Islam.
3.         Membandingakan teori yang telah dipelajari di bangku kuliah dengan aplikasinya        dalambentuk praktek lapangan.
4.         Menambah wawasan dan pengalaman untuk menghadapi realita kehidupan yang tidak menentu.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.      Pengertian Kemiskinan Secara Umum
Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak.. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.
Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kemiskinan asal mulanya datang dari sikap berpikir yang melahirkan tindakan dan perbuatan miskin. Maka dapat diatasi dengan jalan pendidikan, siapa yang harus mendidik, siapakah yang harus memberikan penerangan atau penjelasan tentang bagaimana caranya menolong diri sendiri keluar dari kemiskinan itu?
-Yang paling pertama adalah diri sendiri, tentunya.
-Yang kedua para ibu bapa atau orang tua
-Yang ketiga adalah para guru dan ulama
-Yang keempat adalah para pemimpin bangsa.

2.2.     Mengukur Kemiskinan
            Kemiskinan Kemiskinan bisa dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
            Bank Dunia  mendefinisikan Kemiskinan Absolut  sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD$1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari." Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
            Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagainegara berkembang.

2.3.     Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
·         penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
·         penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
·         penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
·         penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
·         penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahteraatau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.


2.4.      Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan
Cerita tentang masyarakat miskin selalu menciut dan mencuat di media massa yang ada di negara kita, layaknya pasang surut sebuah gelombang di lautan. Beritanya klise namun selalu aktual. Salah satunya di bulan ini berita tentang kemiskinan telah “dimenangkan” oleh seorang ibu dari Makassar. Ibu tersebut tengah hamil tujuh bulan yang mempunyai seorang anak, berusia lima tahun, tamat riwayatnya karena kelaparan. Tentu saja masalah yang paling mendasar adalah ekonomi.
            Dapat kita lihat saat ini dari harga kebutuhan-kebutuhan pokok sehari-hari, seperti minyak goreng, minyak tanah, kedelai, terigu, telor, dan lain-lainnya melangkah naik dengan santai. Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tersebut membuat masyarakat sulit untuk menjangkaunya dari hari ke hari.
Pemerintah dan semua lapisan masyarakat tentu tidak menghendaki kemiskinan dalam hidupnya. Oleh karena itu pemerintah pun telah berusaha meminimalisir angka kemiskinan dan masyarakat pun tengah bersusah payah keluar dari bayang-bayang kemiskinan. Lantas, apa yang salah dengan negara kita yang rakyatnya terus miskin? Harus kita akui bahwa kemiskinan muncul bukan lantaran persoalan ekonomi saja, tapi karena persoalan semua bidang: struktural (baca: birokrasi), politik, sosial, dan kultural, dan bahkan pemahaman agama.
            Kita pun tahu dampak dari adanya kemiskinan ini, seperti kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, perampokan, patologi, dan lain sebagainya, di mana semua itu semakin hari semakin meningkat saja intensitasnya di sekitar kita. Tak mudah seperti membalikkan telapak tangan untuk mengatasi kemiskinan. Diperlukan semua segi, di antaranya ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja, ketenagakerjaan. Selain itu ada segi lain yang tak boleh kita lupakan juga dalam mengatasi masalah ini, yaitu agama. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu Alquran dan Hadits. Melalui keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama (Islam) memandang kemiskinan. 
Alquran menggambarkan kemiskinan dengan 10 kosakata yang berbeda, yaitu al-maskanat (kemiskinan), al-faqr (kefakiran), al-’ailat (mengalami kekurangan), al-ba’sa (kesulitan hidup), al-imlaq (kekurangan harta), al-sail (peminta), al-mahrum (tidak berdaya), al-qani (kekurangan dan diam), al-mu’tarr (yang perlu dibantu) dan al-dha’if (lemah). Kesepuluh kosakata di atas menyandarkan pada satu arti/makna yaitu kemiskinan dan penanggulangannya. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan masyarakat akan selalu ada orang kaya dan orang miskin (QS An-Nisa/4: 135). Sungguh, hal itu memang sejalan dengan sunatullah (baca: hukum alam) sendiri. Hukum kaya dan miskin sesungguhnya adalah hukum universal yang berlaku bagi semua manusia, apa pun keyakinannya. Karena itu tak ubahnya seperti kondisi sakit, sehat, marah, sabar, pun sama dengan masalah spirit, semangat hidup, disiplin, etos kerja, rendah dan mentalitas. 
Kemiskinan, menurut Islam, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-Baqarah/2: 273), penindasan (QS Al-Hasyr/59: 8), cobaan Tuhan (QS Al-An’am/6: 42), dan pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61). Namun, di negara kita sesungguhnya faktor-faktor di atas sudah mulai dibenahi, walaupun ada yang secara sungguh-sungguh maupun setengah-setengah. 
Mulai dari program pemerintah dan masyarakat sendiri sama-sama berjuang memerangi kemiskinan. Tapi, harus disadari bahwa perjuangan melawan kemiskinan di negara kita, apa pun caranya, sesungguhnya sama dengan perjuangan seumur hidup. Masih panjang sekali perjalanan untuk mencapai hasilnya. Mengapa demikian? Karena kenyataan di lapangan berbeda dengan hasil data survey penelitian. Di atas kertas angka kemiskinan di negeri ini berhasil diturunkan, namun dalam perkembangan lebih lanjut juga memperlihatkan peningkatan.
Kembali pada persoalan hukum alam di atas tentang keniscayaan adanya orang kaya dan orang miskin, maka sudah sepatutnya orang kaya (termasuk pemerintah) membantu orang miskin. Menurut Islam, dengan adanya bantuan orang kaya tersebut, agar orang miskin tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dapat merendahkan martabatnya sendiri (QS Al-Baqarah/2: 256). Islam sesungguhnya telah menyadari bahwa terkadang kefakiran (dan kemiskinan) akan menjadikan manusia pada kekufuran. 

2.5.     Solusi Islam Mengurangi Kemiskinan
Untuk itu Islam pun memberikan sumbangsih solusi penanggulangan kemiskinan dengan dua model:(1) wajib dilakukan dan (2) anjuran. Adapun yang mesti dilakukan adalah zakat (QS At-Taubah/9: 103), infak wajib yang sifatnya insidental (QS Al-Baqarah/2: 177), menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban keagamaan, misalnya membayar fidyah (QS Al-Baqarah/2: 184), dan menolong orang miskin sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum agama (misalnya membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin) (QS Al-Maidah/5: 95). Sedang yang bersifat anjuran untuk dilakukan adalah sedekah, infak, hadiah, dan lain-lainnya. Tentu saja semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu secara finansial. Namun, bagi yang tidak mampu pun dalam hal itu diwajibkan juga, yaitu dengan memberikan nasihat, spirit, dan motivasi kepada kalangan rakyat jelata.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2005 bahwa dana yang dihasilkan dari zakat, infak, dan sedekah saja dalam satu tahun telah mencapai Rp 19,3 triliun. Hasil di atas mengindikasikan bahwa jika dana tersebut dikelola dan disalurkan dengan baik dan profesional maka akan membantu menyejahterakan orang-orang miskin. Angka di atas baru dihasilkan dari kaum muslim saja. Andai digabungkan dengan masyarakat agama lain tentu angkanya akan lebih besar lagi. 
Pada zaman Rasulullah sendiri orang-orang miskin memperoleh bantuan materi dari kas negara yang ditangani secara profesional. Oleh karena itu sudah sepatutnya pemerintah dan masyarakat (beragama) Indonesia bersinergi menanggulangi kemiskinan dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara dan masyarakat. Lembaga-lembaga yang dikelola oleh kaum muslim seperti BASIZ, LAZIS, Baznas, dan masih banyak lagi harus didukung program dan kinerjanya baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dan dengan adanya dukungan penuh dari kedua belah pihak maka lembaga-lembaga semacam itu akan berdaya secara optimal dan profesional. 
Islam sesungguhnya sudah sangat jelas memberikan solusi untuk menangani masalah kemiskinan. Tinggal saat ini bagaimana kita mau atau sudah melaksanakannya atau tidak. Jika memang sudah, apakah kita masih konsisten melaksanakannya? Dalam Hadis Qudsi dikatakan bahwa Allah sesungguhnya memberikan solusi bagi orang yang konsisten dalam melakukan sesuatu yang benar meskipun dilakukannya sedikit demi sedikit.








BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa masalah kemiskinan hanya dapat diatasi dengan semakin meningkatkan utilitas dari warga negara (terutama dari kalangan miskin) melalui pembukaan segenap akses yang diperlukan agar produktifitas mereka semakin meningkat. Hal itu hanya dimungkinkan jika tersedia fasilitas yang memadai untuk tersedianya komunikasi interaktif dengan kelompok masyarakat miskin. 
Konsep utama yang dikembangkan dalam makalah ini mengajak untuk menjadikan masalah kemiskinan sebagai masalah yang bersifat sistemik, yang harus diselesaikan melalui dua pendekatan penting. Pendekatan pertama adalah memberdayakan orang miskin untuk kemudian menjadi kontributor penting dalam pertumbuhan ekonomi, dan menjadikan tugas tersebut tugas seluruh institusi pemerintahan dan bukan kompartemen pemerintahan tertentu saja. Khususnya pada tugas kolektif untuk memberikan akses pada terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dan memberdayakan forum-forum sejenis yang telah terbentuk. tugas tersebut tugas seluruh institusi pemerintahan dan bukan kompartemen pemerintahan tertentu saja. Khususnya pada tugas kolektif untuk memberikan akses pada terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat memberdayakan forum-forum sejenis yang telah terbentuk. Hal itu dapat diwujudkan jika tersedia suatu fasilitas interaksi komunikasi melalui ketersediaan forum yang memungkinkan adanya akses bagi masyarakat miskin untuk memperoleh pembelajaran agar dapat meningkatkan produktifitasnya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing. 
         







DAFTAR PUSTAKA


Jhon Kenneth, Hakekat Kemiskinan Masa, Jakarta Sinar harapan. 1980,
Yusuf al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, (Surabaya : Bina Islam, 1996)
Yusuf al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, Surabaya : BinaIslam,1996


Post a Comment for "Makalah Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan"